Cerita Lama Asli Kecamatan Kubu Rohil.
Cerita ini ana tulis untuk mengingat masa kecil ana.Jika ana mau tidur ana harus dibacakan dongeng terlebih dahulu oleh nenek
SI ANAK AYAM
Suatu siang anak ayam sedang berjalan melewati belukar.Ketika sedang asyik berjalan menikmati pepohonan sianak ayam dihampiri oleh kak musang jantan.Disana terjadi perbincangan antara keduanya.
Kak Musang: ”Oi anak ayam darimanakah kiranya engkau berjalan sendirian dalam belukar ini?” Tanya kak Musang.
Anak Ayam : “dari rumah hendak bermain di negeri sebelah”.
Kak Musangpun semakin mendekati sianak ayam dengan langkah perlahan dan pastu sambil berkata:
Kak Musang; “Kalau boleh nak tahu,tadi malam dimana kalian tidur anak beranak?”
Anak Ayam : “Diujung bendul”.tegasnya.
Kak Musang “ O…Sebutkan sama Emakmu nanti malam kak Musang ingin bertemu”.
Anak Ayam : “Baiklah”.Jawab anak ayam dengan penuh keluguan.
Setelah pembicaraan itu selesai anak ayam segera meninggalkan kak Musang yang masih tersenyum-senyum penuh dengan keriangan,karena mangsa yang sudah sekian lama dicari kini telah ditemukanya dengan mudah.
Sesampainya anak ayam dirumah,induknya menanyai dari mana anaknya tersebut layaknya bagai manusia.Dengan mudah sianak ayam menjawab:
Anak ayam : “Ananda baru dari negeri sebelah.Tapi,ketika diperjalanan melintasi belukar, ananda bertemu dengan kak Musang jantan yang sangat baik sekali “.
Sejenak Ibunya tersentak kaget mendengar keterangan dari anaknya yang masih belia dengan penuh keluguan.
Induk Ayam: “apa ??” engkau bertemu dengan Musang Jantan?? Lalu apa yang ia katakana kepadamu??”
Anak Ayam : “Ia menanyai tempat tidur kita tadi malam”.Lalu ananda sebutkan,bahwa tadi malam kita tidur di ujung bendul”.Terakhir Ia berpesan,bahwa ia akan dating menjumpai Emak nanti malam”.
Induk Ayam : “Wahai anakku,mengapa kau katakana dimana tempat kita tidur tadi mala,sesungguhnya ia bukanlah berbaik hati kepada kita tapi memiliki maksud tertentu”.
Anak Ayam : “Apa itu Emak??” Tanyanya dengan penuh keraguan.
Induk Ayam :”Belum saatnya kau tahu”.Tegasnya kepada anaknya yang masih belia.
Singkat cerita,malampun tiba setelah kejadian siang tadi kali ini dua anak beranak itu tidur di bawah lesung yang tertutup jerami padi.Hingga selamatlah dua anak beranak itu.Siangpun berhela tiba,sianak ayam pun bermaksud untuk berkunjung di negeri sebelah yang sedang panen padi.seperti biasa ia pergi sendirian dengan perjalanan yang melewati belukar.Ditengah perjalanan kedua kalinya ia bertemu lagi dengan kak Musang yang sedang berpura-pura bersedih hati.Melihat akan hal itu,sejanak anak ayam menghampiri:
Anak ayam :”Apa gerangankah yang terjadi kepada kak Musang,sehingga kak bermuram durja?” Tanyanya dengan penuh kepanikkan.
Dengan isak tangis yang diiringi cucuran air mata palsu,kak musang mendekati anak ayam dan berkata:
Kak Musang : “Betapa rindunya kak dengan emakmu sebagai sahabat baik kakak yang telah lama terpisah”.Tapi apa balasan emakmu kakak datang di ujung bendul,kak tidak menemukan kalian”.
Anak Ayam : “Benarkah kakak adalah sahabat baik emakku?”
Kak Musang :”Ia nak “>Jawabnya dengan penuh hati-hati.
Anak Ayam : “Tapi bukan emak saya tak ingat lagi akan kak Musang,tapi mak saya tak nak bagi perihal tentang kak Musang.”Emak saya berkata suatu saat saya akan mengetahu siapa kak musang”.
Kak MUsang : “Kak adalah orang baik-baik,kak tak ada maksud tertentu akan kalian”.Rayunya kepada amak ayam.
Setelah Kak Musang berhasil meyakinkan akan tentang dirinya,iapu menanyakan dimana tempat tidur dua anak beranak ayam tersebut.
Anak Ayam : “Kak Musang kami malam ini tidur di bawah lesung,tapi emak melarang saya memberitahukan akan hal ini pada kakak”.
Kak Musang : “Jangan Kwatir nak,kakak tidak ada bermaksud apa-apa,kakak hanya ingin berjumpa dengan emakmu saja,tidak lebih.”Titip salam dengan emakmu ya,Kak mau pergi dulu,nanti malam kakak akan datang ke tempat kalian tidur”.Tambahnya.
Setelah percakapan itu berakhir,anak ayampun pulang kerumah memberitahuka akan kejadian tadi.
Anak Ayam : “Emak tadi ananda bertemu lagi dengan kak musang jantan yang sedang bersedih hati akan tabiat emak tadi malam tak nak mau berjumpa dengan kak musang itu”.
Induk Ayam : “Wahai anaku muda berperi,kak musang itu adalah musuh kita,ia bermaksud hendak memangsa kita”.
Anak ayam : “Tapi mak ananda telah menyebutkan dimana kita akan tidur mala mini”.
Induk Ayam : “Apa??Kau menyebutkannya?? Kalau begitu kita harus pidah”.
Singkat cerita,malampun tiba,dua anak beranak itu malam ini tidur diatas pao.Larut malam kak Musang datang dengan begitu gembira,sambil menyanyi-nyayi dan siulan-siulan kecil,karena apa yang telah lama rencanakan mala mini akan terpenuhi.Makin lama berjalan nyanyian kak Musang terdengar semakin dekat dengan keberadaan dua anak beranak tersebut.Tiba-tiba sianak ayam sakit perut dan ingin membuang angin lalu Emaknya berkata:
Induk ayam : “Tahan dulu nak”.
Anak Ayam: “Tidak mak,ananda tidak sanggup menahanya lagi,ananda sudah mau buang angin”.Sebutnya sambil merintih kesakitan.
Induk Ayam : “Jangan sekarang nak, tahan dulu”.
Kak Musangpun semakin mendekati dua anak beranak itu,sambil bernyanyi;
Kak Musang : “O…anak ayam,dimana kau”. Sambil ketaw kwgirangan.Lalu berjalanlah ia.
Anak Ayam : “Bam tukibam puih”.Suara anak ayam menyanyi sambil mengeluarkan angin yang sudah lama ditahanya.
Seketika oleh angin itu kak MUsang tepental jauh hingga sampai ke pulau pandan.Disanalah ia mengakhiri hidupnya dengan luka yang amat parah akibat duri pandang yang begitu banyak mengenai tubuhnya.Maka selamatlah dua anak beranak itu dari mangsaan Kak Musang yang sangat kejam dan lapar yang sampai saat ini masih menjadi musuh bebuyutan ayam.
Pekanbaru,2 Agustus 2010.BY ;Hendra Dermawan.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
8. Pantun Percintaan

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
HAKEKAT PANTUN
1.Pengertian
Pantun merupakan bentuk puisi asli Indonesia (Melayu).Namun sebagian pendapat menyatakan bahwa kata pantun berarti,missal seperti,umpama(pengertian semacam ini juaga termuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Namun,sebagaian lagi menhatakan bahwa kata pantun berasal dari bahasa Jawa,yaitu pantun atau Pari.Baik pantun maupun pari sama-sama berarti padi dalam Bahasa Indonesia (Melayu).
Pendapat yang menyatakan bahwa kata pantun berasal dari bahasa Jawa dikuatkan oleh adanya salah satujenis puisi lisan jawa yang mirip dengan pantun.Dalam Bahasa Jawa ikatan puisi yang mirip dengan pantun ini dinamakan parikan.
Meskipun ada perbedaan pendapat dari para ahli mengenai asal-usul kata pantun,namun satu hal yang perlu digarisbawahi bahwa parikan dan pantun merupakan gubahan yang diuntai atau diikat oleh ikatan-ikatan tertentu.Ikatan-ikatan inilah yang membedakan dengan bentuk karya sastra lisan yang lain dan merupakan ciri khas yang lain yang mudah dikenali.
Pantun adalah genre sastra tradisional yang paling dinamis, karena dapat digunakan pada situasi apapun. Sebagaimana dikatakan dalam ungkapan tradisional bahwa: “di mana orang berkampung di situ pantun bersambung. Di mana ada nikah kawin di situ pantun dijalin. Di mana orang berunding di situ pantun digandeng. Di mana orang bermufakat di situ pantun di angkat. Di mana adat di bilang di situ pantun diulang. Di mana adapt dibahas disitu pantun dilepas”.
Tradisi menggunakan pantun banyak dijumpai pada upacara adat. Pantun merupakan genre sastra lisan yang dibukukan pertama kali oleh Ibrahim Datuk Muda Kaya Riau, seorang sastrawan yang hidup sezaman dengan Raja Ali Haji.
Kegemaran orang melayu berpantun memberi peluang memanfaatkan pantun sebagai media dakwahserta menyebarluaskan tunjuk ajar yang syarat berisi pesan-pesan moral kepada masyarakatnya(Tenas Efendy,2005;1).
Pantun merupakan salah satu karya sastra Melayu yang sampai sekarang masih dikembangkan. Kata pantun mempunyai arti ucapan yang teratur, pengarahan yang mendidik. Pantun juga dapat diartikan sebagai sindiran. Zaman dahulu, pantun digunakan sebagai bahasa pengantar atau bahasa pergaulan. Pantun dikenal di berbagai daerah, namun dengan nama yang berbeda. Di Jawa Tengah dikenal dengan parikan, di Toraja dikenal bolingoni, di Jawa Barat dapat ditemukan pantun dalam bentuk nyanyian doger, di Surabaya ludruk , di Banjarmasin tirik dan ahui , gandrung di Banyuwangi, dan di Makassar kelong-kelong. Selain merupakan ungkapan perasaan, pantun dipakai untuk menghibur orang. Pantun adalah puisi Melayu asli yang cukup mengakar dan membudaya dalam masyarakat (http://radenbeletz.blogdetik.com/puisi-lama-pantun-teka-teki)
2.Ciri-ciri Pantun
Ciri-ciri pantun yang diungkapkan oleh beberapa ahli adalah sebagai berikut:
Menurut suparmi (1988:123) dalam (skripsi:2005) pantun dari polanya sebagai berikut:
- Tiap-tiap bait pantun terdiri dari empat baris,
- tiap-tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata,
- sajak akhirnya merupakan sajak silang yang dapat dirumuskan ab-ab,
- baris kesatu dan kedua disebut sampiran dan tidak mempunyai hubungan yang logis dengan baris ketiga dan keempat, yang menjadi isi pantun yang di sebutmaksud
Menurut Rani (2006:23) ciri-ciri pantun adalah:
1.Terdiri dari empat baris
2.tiap baris terdiri atas 9 sampai 10 kata
3.dua baris pertama disebut sampiran dan dua baris berikutnya berisi maksud si pemantun. Bagian ini di sebut isi pantun.
4.pantun mementingkan rima akhir dan rumus rima itu di sebut dengan abjad /ab-ab/. Maksudnya bunyi baris pertama sama dengan bunyi akhir baris ketiga dan baris kedua sama dengan baris keempat.
Sedangkan menurut Mat Piah (1989:123-124) pantun mempunyai ciri sebagai berikut:
1. Terdiri dari rangkap-rangkap yang berasingan. Setiap rangkap terjadi dari baris-baris yang sejajar dan berpasangan seperti 2,4,6,8 dan seterusnya. Rangkap yang paling umum adalah empat baris.
2. Setiap baris mengandung empat kata dasar dengan jumlah suku kata antara 8 hingga10.
3. Adanya klimaks yaitu perpanjangan atau kelebihan jumlah unit suku kata atau perkataan pada kuplet maksud
4. setiap stanza terbagi pada dua unit yaitu pembayang dan maksud
5. mempunyai skema rima ujung yang tetap :ab-ab, dengan sedikit variasi a-a-a-a
contoh:
Negeri bernama Pasir Luhur (a)
Tanahnya luas lagi subur (a)
Rakyat teratur hidupnya makmur (a)
Rukun raharja tiada terukur (a)
Tanahnya luas lagi subur (a)
Rakyat teratur hidupnya makmur (a)
Rukun raharja tiada terukur (a)
6. setiap stanza pantun adalah satu keseluruhan mengandung sifat fikiran yang bulat dan lengkap.
Contoh:
Kalau bijak dalam mufakat (sampiran)
Dimana kusut disitu selesai (sampiran)
Kalau banyak amal ibadat (isi)
Hidup berpatut matipun damai (isi)
Burung merpati burung kayangan
Melayang terbang di atas angkasa
Bunga melati dalam janbangan
Bolehkah kumbang hinggap ke sana
Pantun merupakan puisi lama dalam kesustraan Melayu yang paling luas di kenal, untuk melengkapi pembicaraan sehari-hari masa lalu. Bahkan sekarang ini dalam ,asyarakat Melayu pantun di pakai oleh pemuka masyarakat dan tokoh masyarakat pada upacara adat.
3.Syarat-syarat Pantun
Menurut Effendy (1983:28) syarat pantun adalah:
1. Tiap bait terdiri dari empat bait
2. Tiap baris terdiri dari empat atau lima kata atau delapan sampai sepuluh suku kata
3. sajak bersilih dua-dua:a-b-a-b. dapat juga a-a-a-a
4. sajaknya dapat berupa sajak paruh atau sajak penuh
5. dua baris pertama isi disebut sampiran, dua baris terakhir merupakan isi dari pantun.
Contoh:
Pada zaman dahulu kala (a)
Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
4.Jenis-jenis Pantun
Secara umum pantun dibagi atas beberapa bagian,diantaranya:
1. Pantun Adat
Ikan berenang didalam lubuk
Ikan belida dadanya panjang
Adat pinang pulang ke tampuk
Adat sirih pulang ke gagang
Ikan belida dadanya panjang
Adat pinang pulang ke tampuk
Adat sirih pulang ke gagang
Lebat daun bunga tanjung
Berbau harum bunga cempaka
Adat dijaga pusaka dijunjung
Baru terpelihara adat pusaka
Berbau harum bunga cempaka
Adat dijaga pusaka dijunjung
Baru terpelihara adat pusaka
2. Pantun Agama
Banyak bulan perkara bulan
Tidak semulia bulan puasa
Banyak tuhan perkara tuhan
Tidak semulia Tuhan Yang Esa
Tidak semulia bulan puasa
Banyak tuhan perkara tuhan
Tidak semulia Tuhan Yang Esa
Daun terap diatas dulang
Anak udang mati dituba
Dalam kitab ada terlarang
Yang haram jangan dicoba
Anak udang mati dituba
Dalam kitab ada terlarang
Yang haram jangan dicoba
3. Pantun Budi
Sarat perahu muat pinang
Singgah berlabuh di Kuala Daik
Jahat berlaku lagi dikenang
Inikan pula budi yang baik
Singgah berlabuh di Kuala Daik
Jahat berlaku lagi dikenang
Inikan pula budi yang baik
Anak angsa mati lemas
Mati lemas di air masin
Hilang bahasa karena emas
Hilang budi karena miskin
Mati lemas di air masin
Hilang bahasa karena emas
Hilang budi karena miskin
4. Pantun Jenaka
Dimana kuang hendak bertelur
Diatas lata dirongga batu
Dimana tuan hendak tidur
Diatas dada dirongga susu
Diatas lata dirongga batu
Dimana tuan hendak tidur
Diatas dada dirongga susu
Elok berjalan kota tua
Kiri kanan berbatang sepat
Elok berbini orang tua
Perut kenyang ajaran dapat
Kiri kanan berbatang sepat
Elok berbini orang tua
Perut kenyang ajaran dapat
5. Pantun Kepahlawanan
Adakah perisai bertali rambut
Rambut dipintal akan cemara
Adakah misai tahu takut
Kamipun muda lagi perkasa
Rambut dipintal akan cemara
Adakah misai tahu takut
Kamipun muda lagi perkasa
Esa hilang dua terbilang Kalau orang menjaring ungka
Rebung seiris akan pengukusnya
Kalau arang tercorong kemuka
Ujung keris akan penghapusnya
Rebung seiris akan pengukusnya
Kalau arang tercorong kemuka
Ujung keris akan penghapusnya
6. Pantun Kias
Ayam sabung jangan dipaut
Jika ditambat kalah laganya
Asam digunung ikan dilaut
Dalam belanga bertemu juga
Jika ditambat kalah laganya
Asam digunung ikan dilaut
Dalam belanga bertemu juga
Berburu kepadang datar
Dapatkan rusa belang kaki
Berguru kepalang ajar
Bagaikan bunga kembang tak jadi
Dapatkan rusa belang kaki
Berguru kepalang ajar
Bagaikan bunga kembang tak jadi
7. Pantun Nasihat
Kayu cendana diatas batu
Sudah diikat dibawa pulang
Adat dunia memang begitu
Benda yang buruk memang terbuang
Sudah diikat dibawa pulang
Adat dunia memang begitu
Benda yang buruk memang terbuang
Kemuning ditengah balai
Bertumbuh terus semakin tinggi
Berunding dengan orang tak pandai
Bagaikan alu pencungkil duri
Bertumbuh terus semakin tinggi
Berunding dengan orang tak pandai
Bagaikan alu pencungkil duri
8. Pantun Percintaan
Coba-coba menanam mumbang
Moga-moga tumbuh kelapa
Coba-coba bertanam sayang
Moga-moga menjadi cinta
Moga-moga tumbuh kelapa
Coba-coba bertanam sayang
Moga-moga menjadi cinta
Limau purut lebat dipangkal
Sayang selasih condong uratnya
Angin ribut dapat ditangkal
Hati yang kasih apa obatnya
Sayang selasih condong uratnya
Angin ribut dapat ditangkal
Hati yang kasih apa obatnya
Suroto membagi jenis pantun menjadi dua bagian yaitu
a. Menurut isinya
1. Pantun anak-anak, biasanya berisi permainan
Contoh:
Elok rupanya si kumbang jati
Dibawa itik pulang petang
Tidak terkata besar hati
Melihat ibu sudah datang
Dibawa itik pulang petang
Tidak terkata besar hati
Melihat ibu sudah datang
2. Pantun muda mudi, biasanya berisi percintaan.
Burung merpati burung kayangan
Melayang terbang di atas angkasa
Bunga melati dalam janbangan
Bolehkah kumbang hinggap ke sana
3. Pantun orang tua, biasanya berisi nasihat atau petuah. Itulah sebabnya, pantun ini juga di sebut pantun nasihat:
Contoh:
Asam kandis asam gelugur
Kedua asam riang-riang
Menangis mayat di pintu kubur
Teringat badan tidak sembahyang
Kedua asam riang-riang
Menangis mayat di pintu kubur
Teringat badan tidak sembahyang
4. Pantun jenaka, biasanya berisi sindiran sebagai bahan sindiran
Contoh:
Elok rupanya pohon belimbing
Tumbuh dekat pohon mangga
Elok rupanya berbini sumbing
Biar marah tertawa juga
Tumbuh dekat pohon mangga
Elok rupanya berbini sumbing
Biar marah tertawa juga
5. Pantun teka-teki
Contoh:
Kalau puan, puan cemara
Ambil gelas di dalam peti
Kalau tuan bijak laksana
Binatang apa tanduk di kaki
Ambil gelas di dalam peti
Kalau tuan bijak laksana
Binatang apa tanduk di kaki
b. Menurut bentuk atau susunannya
1. Pantun berkait, yaitu pantun yang selalu berkaitan antara bait satu dengan bait kedua, bait kedua dengan bait ketiga dan seterusnya. Adapun susunan kaitannya adalah baris kedua bait pertama menjadi baris pertama pada bait kedua, baris keempat bait pertama dijadikan baris ketiga pada bait kedua dan seterusnya.
Contoh :
Lurus jalan ke Payakumbuh,
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati takkan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan
Lurus jalan ke Payakumbuh,
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati tak
Ibu mati bapak berjalan
Kayu jati bertimbal jalan,
Turun angin patahlah dahan
Ibu mati bapak berjalan,
Ke mana untung diserahkan
Turun angin patahlah dahan
Ibu mati bapak berjalan,
Ke mana untung diserahkan
2. Pantun kilat, sering disebut juga karmina, ialah pantun yang terdiri atas dua baris, baris pertama merupakan sampiran sedang baris kedua merupakan isi. Sebenarnya asal mula pantun ini juga terdiri atas empat Obaris, tetapi karena barisnya pendek-pendek maka seolah-olah kedua baris pertama diucapkan sebagai sebuah kalimat, demikian pula kedua baris yang terakhir.
Contoh :
Dahulu parang, sekarang besi (a)
Dahulu sayang sekarang benci (a)
Dahulu sayang sekarang benci (a)
Sedangkan Nursisto, dalam bukunya Ihktisar Kesustraan Indonesia (2000:11-14) pantun dibagi menjadi:
- Berdasarkan isinya, pantun dibagi atas:
a) Pantun anak-anak
Pantun bersukacita dan pantun berdukacita
b) Pantun muda
Pantun nasib atau pantun dagang, pantun perhubungan, pantun perkenalan, pantun berkasih-kasihan, pantun perceraian pantun berhiba hati, pantun jenaja, dan pantun teka-teki.
c) Pantun tua
Pantun adat, pantun agama, dan pantun nasihat.
- Berdasarkan banyaknya baris dibagi menjadi:
Pantun dua seuntai atau pantun kilat, pantun empat seuntai atau pantun empat serangkum, pantun enam seuntai, atau pantun enam serangkum, delapan serangkum (talibun).
Contoh talibun:
Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak pun beli sampiran
Ikan panjang beli dahulu
Yu beli belanak pun beli sampiran
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi berjalan
Ibu cari sanak pun cari isi
Induk semang cari dahulu
Ibu cari sanak pun cari isi
Induk semang cari dahulu
Menurut Effendy (1983:29) pantun dapat dibagi menurut jenis dan isinya yaitu:
a. Pantun anak-anak, berdasarkan isinya dapat dibedakan yaitu pantun bersuka cita, dan pantun jenaka atau pantun teka-teki
b. Pantun orang muda, berdasarkan isinya dapat dibedakan menjadi pantun dagang atau pantun nasib, pantun perkenalan, pantun berkasih-kasihan, pantun muda-mudi, pantuh perceraian, dan pantun berhibahati
c. Pantun orang tua berdasarkan isinya dapat dibedakan menjadi pantun nasihat, pantun adapt, dan pantun agama.
Rani sendiri berpendapat berbeda pantun ia bagi menjadi:
- Pantun anak-anak
Pantun anak-anak jenaka, pantun anak-anak kedukaan, pantun anak nasihat, pantun muda mudi kejenakaan, pantun muda mudi dagang, pantun muda mudi cinta kasih, pantun muda mudi ejekan.
- Pantun tua
Patun tua kiasan, pantun tua nasihat, pantun tua adat, pantun tua agama, dan pantun tua dagang.
Selain dari jenis-jenis pantun diatas,juga terdapat pantun berbalas.P
Pantun berbalas
Pantun berbalas adalah pantun yang dimainkan dua kelompok. Kelompok tersebut dapat dikembangkan menjadi kelompok "pro" dan "kontra" atau kelompok gadis dan kelompok jejaka. Jumlah anggota per kelompok tiga sampai lima orang. Berbalas pantun dipimpin oleh seorang moderator yang bertugas untuk menengahi permainan. Setiap sesi berbalas pantun harus mempunyai tema. Urutan berbalas pantun terdiri atas pembukaan, isi, dan penutup.
5.Manfaat Pantun
Pantun dapat menjadi gagasan, menjadi sebuah pedoman dan pengarah bagi manusia dalam bersikap dan berprilaku, baik secara individu maupun kelompok.Selain itu orang tua dahulu memanfaatkan pantun sebagai dakwah.Melalaui pantun orang tua dahulu menyisipkan tunjuk ajarnya,petua,dan amanahnya.Pantun juga dijadikan sebagai pembuka kata dalam beberapa acara,misalkan ketika mau meminang anak dara,mau menikah,ajab Kabul dan sebagainya
PENUTUP
a.Simpulan
Pantun merupakan sastra rakyat sebagai sebuah representasi kebudayaan melayu yang berbentuk lisan yang merupaka warisan masyarakat yang memberikan kesan unik bagi masyarakat Melayu. Pantun sering digunakan dalam acara adat dari dahulu hingga saat ini.
b.Saran
Agar pantun dapat dilestarikan dan tetap dikenal masyarakat serta tidak punah,maka salah satu untuk melestarikanya adalah dengan cara mempelajari dan menggunakanya baik dalam acara,maupun moment-moment lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Effendi, Tenas. 2006, pantu Nasihat. Surabaya :Apollo
Hidayat, M Syamsul. 2004. Bunga Rampai Peribahasa dan Pantun. Surabya:Apollo
http://radenbeletz.blogdetik.com/puisi-lama-pantun-teka-teki/ http://www.pnm.my/sirihpinang/sp-pantun-m.htm
Ismail. 2005. Analisis Teks Berbalas Pantun Berladang pada Masyarakat Melayu Kemuning Muda Kabupaten Inhil. Skripsi:depdikbud
Malik, A. 2005. Peran Pantun dalam Upacara Perkawinan pada Mesyarakat Melayu Lembah Dusun Gading Kecamatan Pasir Penyu Inhu. Skripsi:depdikbud
Sugiarto, Eko. 2009. Mengenal Pantun dan Puisi Lama. Jakarta : PT Buku Kita
Sulaiman, Abu Bakar dkk. 1995. Sastra Lisan Talang Mamak, Skripsi: Debdikbud
Usaman ramli R.S, 2006.Teknik menulis dan berbalas pantun. Pekanbaru: Yayasan Pusataka Riau
PENDAHULUAN
a.Latar Belakang
Memang tidak dapat dipungkiri,Karya sastra ssetiap tahunnya mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan zaman yang terus berkembang. Banyak pengaruh-pengaruh modern yang bercampur menjadi satu. Sehingga pantun itu tidak lagi sesuai dengan hakikat sebelumnyaTerkadang sampai pantun dijadikan bahan perolok-olokan belaka..
Hal ini diperparah dengan salahnya penerapan pantun oleh orang-orang zaman sekarang membuat pantun terancam akan hilang dari masyarakat dan menjadi sastra rakyat saja yang kenal namun tak diamalkan. Pantun sangat menarik untuk di bahas karena pantun merupakan sastra yang unik. Pantun merupaka sastra rakyat pada zaman dahulu namun ia dapat dikreasikan menjadi pantun-pantun modern pada saat ini. Melalui hal inilah kita dapat memperkenalkan pada generasi muda agar mau mempelajari pantun tidak dalam bentuk gaul saja namun juga dalam bentuk lama yang merupakan warisan dari nenek moyang kita.
Selain itu,agar tetap lestarinya budaya kita,maka tak salah jika selaku penerus bangsa untuk tetap melestarikanya.Karna bangsa beruntung adalah bangsa yang berbudaya.Bangsa yang berbudaya adalah bangsa yang memiliki harga diri.Harga diri erat kaitannya dengan jati diri.Lahirnya jati diri suatu bangsa,maka kehormatanpun akan menghibahnya.Karna seperti kita ketahui jati diri adalah sebagai tanda suatu bangsa.Hal senada tentu kita ingat dari salah satu penggalan gurindam dua belas Gubahan Raja Ali Haji,yang berbunyi,”Bila hendak mengenal suatu bangsa,lihatlah dari budi bahasa”.
b.Masalah
Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah:
1.Apa yang dimaksud dengan Pantun?
2.Apa saja ciri-ciri pantun itu?
3.Apa saja syarat-syarat pantun itu?
4.Sebutkan jenis-jenis pantun!
5.Apa manfaat pantun dalam kehidupan sehari-hari?
c.Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah:
1.Menjelaskan defenisi pantun
2.Memberikan penjelasan mengenai apa saja ciri-ciri pantun itu
3.Menjelaskan apa syarat-syara pantun
4.Menjelaskan jenis-jenis pantun
5.Menjelaskan Manfaat pantun.
Tugas Individu Dosen Pembimbing
Apresiasi Puisi Drs.Syafrial,M.Pd
MAKALAH
HAKEKAT PANTUN

HENDRA DERMAWAN
0905121004
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2010
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
OPINI
MASIH JAUH CIK GU. . . !
MASALAH pendidikan bukanlah hal yang tabu lagi untuk dilantungkan. Karena hal tersebut acap kali diperbincangkan saat ini. Bicara tentang pendidikan, tidak terlepas dari beberapa unsur yang menompangnya. Unsur itu adalah adanya pengajar dan pelajar atau pendidik dan yang dididik, kualitas dan kuantitas, serta system yang mengaturnya.
Beberapa unsur diatas sangat berkaitan erat. Erat dalam proses pendidikan, serta output dari pendidikan itu sendiri. Erat dalam proses pendidikan sebagai subjeknya adalah pengajar dan pelajar. Pelajar adalah objek dari pengajar. Maksudnya,Pengajar tidak akan bisa melakukan pengajaran tanpa ada pelajar. Begitu juga sebaliknya, pelajar tidak akan bisa mengikuti pelajaran tanpa ada pengajar. Hal tersebut selagi dalam konteks pendidikan formal (sekolah). Sedangkan erat dalam output pendidikan itu sendiri maksudnya adalah hasil yang dicapai dari proses pendidikan itu. Kedua spesifikasi ini dsebut juga bagai rantai makanan. Bila prores pendidikan berjalan sedianya, maka output yang dihasilkan baguslah adanya. Namun jika proses pendidikan itu tidak berjalan baik, maka output yang dihasilkan buruklah adanya. Intinya, bagusnya proses pendidikan, output yang dihasilkan juga bagus, jika tidak diikutsertakan dengan system yang memadai, tujuan pendidikan nasional seperti yang terkisaskan didalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara kita, yaitu “Mencerdaskan kehidupan bangsa” tidak akan tercapai sebagaimana mestinya.
Sistem adalah landasan untuk melakukan proses pendidikan nasional. Sistem diibaratkan pondasi pada sebuah bangunan, tanpa pondasi niscaya bangunan tidak akan bisa berdiri layak. Begitu juga dengan pendidikan. Pendidikan tidak akan terlaksana dengan baik tanpa adanya system yang memadai mengaturnya. Jika pendidikan tidak berjalan baik, maka akan berdampak pada inferior (baca:rendah) kualitas pendidikan. Dan jika inferior-nya kualitas pendidikan, maka dampaknya pada output yang dihasilkan. Rendahnya kualitas output berdampak pada mutu Sumber Daya Manusianya (SDM). Hal ini pada giliranya berdampak besar bagi marwah dan martabat bangsa.
Mengungkit mengenai system, tidak terlepas dari campur tangan pemerintah dialamnya. Terutama bagi kementrian pendidikan nasional. Kenapa demikian? Karena seperti yang kita ketahui system pendidikan diatur oleh pemerintah yang diwakili dalam bentuk Silabus dan Rencana Proses Pembelajaran. Dari dua hal tersebut,sebagai acuan pendidik melakukan pengajaran diranahnya masing-masing.
Namun dewasa ini, unsur-unsur yang saling melengkapi itu boleh dikatakan tidak lagi berjalan seiringan. Tidak adalagi simbiosis mutualisme antara proses dengan sistem. Terhentilah kontiunitasnya. Proses pendidikan keluar dari rel yang selajur dengan sistemnya. Dimana pengajar tidak lagi menomorsatukan ranahnya. Pengajar tidak lagi utamakan output yang akan dicapai dari profesinya. Pengajar lebih mengutamakan hasil yang berbentuk materi dari gelimangannya itu. Tak lain, hal ini dikarenakan system yang tak sealur dengan prosesnya. Sistem yang diatur oleh pemerintah tidak memberikan peran yang baik bagi proses. Dengan system yang sering berubah-ubah terkesan mengutamakan bentuk dari pada isi. Lebih utamakan eksternalnya dari pada internalnya. Sistem dibuat tidak disesuaikan dengan kondisi ril lapangan. Tidak dialurkan satu dengan subjek pendidikan,yaitu pendidik. Yang pada akhirnya pendidik mencari kesejahteraan dengan keluar dari panggungnya sendiri. Pendidik melengkapi kebutuhannya dengan cara mencari tambahan diluar profesi. Berdampaklah pada objek sasaranya yaitu output. Pelajar jelasnya. Sehingga cita-cita bangsa, tujuan diadakan pendidikan dinegeri kaya ini hanya tinggal bagaikan mimpi di siang hari. Mimpi ketika belum usai ditelan berhelanya pagi.
Lantas siapakah yang mesti disalahkan? Apakah terpacu pada pahlawan tanpa tanda jasa yang harus mempertanggungjawabkanny? Meskikah nyanyian merdu yang sering diperdendangkan tetap dilantungkan? Meskikah Pengajar sebagai subjek kesalahan utamanya? Coba kita kais lebih dalam. Mampukah jika kita dipaksa berlari dalam keadaan lapar? Atau sanggupkah saat kita kehausan dipaksa minum garam? Dengan system yang tak sejalur bersama proses bisakah hasilkan output yang gemilang? Dengan keadaan pelaku pendidikan yang berperan sebagai pengajar, yang kebutuhan internalnya tidak mencukupi mampukah cetuskan generasi cemerlang? Jawabannya tentu tidak. Meskipun hal demikian terjadi, itu diluar batas kewajaran.
Diharapkan pemerintah sebagai konseptor, fasilitator tidak hanya memerhatikan system pendidikan. Tapi lebih utamakan pelaku dari system tersebut. Kesejahteraan pendidiklah yang lebih disorot disamping system. Kesejahteraan bukan hanya dari segi material pendidik. Gaji dan tunjangan yang tinggi misalnya. Namun, pentingnya adalah peningkatkatan kompetensi pendidik. Jika semua ini bisa terwujud adanya, maka cita-cita negeri bagaikan surga ini tidak sekedar mimpi. Tidak sekedar jauh panggang dari api,tapi kesuksesanlah yang diraih secara madani.
PEKANBARU, 24 NOVEMBER 2010
OLEH HENDRA DERMAWAN
MAHASISWA FKIP UNIVERSITAS RIAU
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Rahman, Elmustian dan Abdul Jalil. 2004. Teori Sastra. Pekanbaru: Unri Perss
NAMA : HENDRA DERMAWAN
NIM : 0905121004
Analisis Karya Sastra dengan pendekatan Ekspresif
a.Pengertian ekspresif
Teori ini lebih menonjolkan penulis karya sastra sebagai penciptanya. Jika dalam aliran sastra, maka mencanangkan pengucapan pribadi untuk ciptaan-ciptaannya. Karya-karyanya adalah sepenuhnya pengucapan pribadi, pencurahan perasaan dan pikiran, yang berasal dari dalam diri sastrawan (Rahman, 2004:178).
Singkatnya Ekspresif adalah pendekatan yang pembahasannya bertitik tumpu pada pengarang sebagai pencipta dalam karyanya (teks).
SECARA umum, Abrams (dalam Teeuw, 1984:50) mengemukakan empat pendekatan dalam melihat karya sastra. Salah satu pendekatan itu adalah penekanan pada pengarangnya. Pendekatan ini lebih dikenal sebagai pendekatan ekspresif.
Penekanan aspek ekspresif karya sastra telah lama dimulai. Pada masa Yunani dan Romawi penonjolan aspek ekspresif karya sastra telah dimulai seorang ahli sastra Yunani Kuno, Dionysius Casius Longius, dalam bukunya On the Sublime (Mana Sikana, dalam Atmazaki, 1990: 32-33). Menurut Longius karya sastra harus mempunyai gayabahasa yang baik, mempunyai falsafah, pemikiran, dan persoalan agung yang penting, harus mempunyai emosi yang intens dan terpelihara serta tahan menghadapi zaman. Kenyataan ini menyebabkan pengarang mesti punya konsep yang jelas dan jauh dari kebimbangan-kebimbangan yang melanda dirinya.
Bila kemudian Plato mengungkapkan bahwa karya sastra adalah meniru dan meneladani ciptaan Tuhan, cukupkah sampai di situ peran seoraang pengarang? Ternyata Aristoteles menolak pendapat yang menyatakan bahwa posisi pengarang hanya berada di bawah Tuhan. Menurutnya, ciptaan Tuhan hanyalah sebagai tempat bertolak. Pengarang dalam penciptaan karyanya, dengan daya khayal dan kreativitas yang dipunyainya, justru mampu menciptakan kenyataan yang lebih kurang terlepas dari kenyataan alami. Dalam hal ini secara “lancang” menurut Aristoteles (dalam Atmazaki, 1990: 33) pengarang dengan sombongnya sebagai pencipta telah menyamai Tuhan.
Aspek ekspresif sebagai salah satu pendekatan dalam sastra barangkali lebih cocok dipakai dalam melihat kebimbangan pengarang dalam berkarya. Atmazaki (1990: 34-35) mengatakan bahwa pementingan aspek ekspresif ini disebabkan oleh alasan-alasan berikut:
1. Pengarang adalah orang pandai. Ia adalah filsuf yang ajarannya dianggap sebagai filsafat yang menguasai cara berpikir manusia.
2. Kata author berarti pengarang, yang bila ditambah akhiran –ity berarti berwenang atau berkuasa. Dalam hal ini yang dimaksudkan sudah tentu penguasaan bahasa, namun menciptakan kenyataan lewat bahasa yang tidak sama dengan kenyataan alami. Akan tetapi, walaupun tidak sama kenyataan itu adalah hakiki, kenyataan yang tinggi nilainya, sehingga orang dapat bercermin dengan kenyataan tersebut.
3. Pengarang adalah orang yang mempunyai kepekaan terhadap persoalan, punya wawasan kemanusiaan yang tinggi dan dalam. Pengarang punya pemikiran dan perasaan yang selalu lebih maju, walau dalam masyarakat hal ini seringkali dianggap membingungkan lantaran rumitnya.
Kritikan Ekpresif melihat hubungan karya sastera dengan pengarangnya. Karya sastera yang dihasilkan pengarang merupakan sebuah ekspresi diri pengarang yang terhasil daripada tanggapan-tanggapan, persepsi, pemikiran dan imaginasi pengarang itu sendiri. Pengarang menggunakan segala upaya dirinya dengan cara mencurahkan atau melontarkan idea, perasaaan, pemikirannya dalam bentuk karya.
Kritikan ini juga mempunyai sejarahnya tersendiri dan berkembang dalam era romantisisme yang percaya bahawa karya sastera adalah sesuatu yang sangat luhur dan suci. Pengkarya pula dengan sedar mampu mengolah, mengubah dan memperhalusi karyanya dengan sangat bijaksana. Pengkarya dianggap sebagai genius kerana kemampuannya merakam dan mengolah sesuatu yang `diwahyukan` (kebenaran) yang mana kemampuan itu tidak dimiliki oleh orang lain.
Kritikan ini cenderung mengukur dan menilai karya sastera dengan kesesuaian dengan penglihatan batin individu pengarang atau keadaan fikirannya (Rachmat Djoko Pradopo,1997:27). Untuk melakukan kritikan ini, pengkritik harus melihat dan menganalisis dalaman teks bagi menjelaskan sikap, perasaan dan pengalaman-pengalaman pengarang. Daripada analisis itulah, kesimpulan dapat ditanggap bahawa, karya itu dihasilkan dalam waktu pengarang berada dalam keadaan sadar, bawah sadar dan sebagainya.
b. Prinsip dan Teknik Pendekatan ekspresif
Menurut Rahman (2004:178) prinsip pendekatan ekspresif adalah;
a. Ekspresif merupakan pendekatan yang menonjolkan penulis karya sastra sebagai penciptanya.
b. Jika dalam aliran sastra, maka mencanangkan pengucapan pribadi untuk ciptaan-ciptaannya.
c. Karya-karyanya adalah sepenuhnya pengucapan pribadi, pencurahan perasaan dan pikiran, yang berasal dari dalam diri sastrawan.
Adapun kerangka pendekatan ekspresif sebagaimana yang diuraikan Atmazaki (1990:36) adalah sebagai berikut: Karya sastra dianggap sebagai pancaran kepribadian pengarang. Gerak jiwa, pengembaraan imajinasi dan fanta pengarang terlukis dalam karyanya.
c.Kaidah
Kaidah adalah dasar atau aturan melandasi sesuatu. Aturan juga sebagai acuan dalam menganalisis sesuatu misalnya. Dalam konteks kesuasatraan kaidah bertujuan mengarahkan karya sastra sebagai suatu yang berguna untuk khalayak. Dalam pendekatan ekspresif berkaidah pengarang. Pengarang menjadi pokok pembicaraan. Dan bukan teks atau khalayak. Dan juga berkaidah pada bahwa sastra tidak lahir tanpa kekososngan budaya dan sosial penulis. Meskipun hal tersebut sudah dimodifikasi oleh pengarang sedemikian rupa agar tidak kelihatan, namun secara tidak langsung hal itu jelas keberadaannya.
d.Metode
Ada beberapa metode yang kita ketahui dalam pengembangan kesastraan. Dalam hal ini penulis menggunakan metode Deskrptif Analisis.Memberikan gambaran dalam bentuk penjelasan kepada pembaca apa itu teori pendekatan ekspresif ,dan bagaimana pengaplikasiannya dan bagaimana realisasi ekspresif terhadap karya sastra yang bersangkutan.
Penyusup Larut Malam
Judul :Pada suatu Hari Ada ibu dan Radian
Pengarang ;Avianti Armand
Penerbit :KOMPAS
“Lelaki Tua bermata Juling”
Seorang lelaki tua bermata juling datang menemui Aryo untuk menjual sebidang tanahnya yang didalamnya terdapat surau lama milik leluhurnya yang sudah dijaganya secara turun temurun.Oleh Aryo tanah beserta surau itupun dibelinya.Dengan satu pesan kepada Aryo,agar tanah serta surau tersebut mesti dipertahankan dan jangan pernah dijual.Suatu hari,Aryo kedatangan tamu yang tak dikenalnya.Kedatangan tamu tersebut adalah untuk membeli tanah yang tak lama ia beli dari lelaki tua bermata juling.Aryopun terkesima dengan harga yang ditawarkan lelaki tersebut.Tanah itupun dijual.Dan uangnya diperuntukkan pembangunan surau baru dilingkungan Aryo.Lelaki tua juling itupun menghampiri Aryo menanyakan perihal penjualan tanah keramat baginya tersebut.Aryopun berhasil menepisnya dengan alasan yang sebenarnya pula.Tengah malam itu,kiai Najib berhela kesurau yang baru dibangun itu.Tak sengaja ia melihat lelaki tua juling sedang berzikir dan tahajud.Ia menyalami kiai Najib.Tapi Kiai najib memberikan sedikit ungkapan kasar kepada lelaki tua bermata juling dan mengusirnya.Mendengar hal demikian hengkanglah dia dari tempat suci tersebut.Lama Kiai Najib sakit.Ia berpesan kepada Eryo untuk sampaikan salam dan maafnya kepada lelaki tua bermata juling yang pernah diusirnya dari surau dulu.Namun hajat itu tidak kesampaian.Lelaki tua bermata juling itu enggan tampakkan diri lagi.Meski ia kadang-kadang dating dilarut malam ketika orang tertidur lelap menghampiri surau itu untuk tahajjud dan berzikir kapada Illahi.
Khazanah sastra sangat luas cakupanya. Ia selalu menjadi sorotan khalayak. Baik dari segi pengarang maupun teks itu sendiri. Yang menjadi target adalah khalayak. Sejauh mana khalayak bisa menikmati teks atau karya yang digubah oleh pengarang. Maka dari itu muncullah beberapa bentuk apresiasi yang dilakukan penikmat. Baik bernbentuk telaah, tafsiran, analisis, dan penilaian yang semuanya itu notabenenya adalah sastra.
Kita ketahui bahwa Ekspresif merupakan pendekatan yang menonjolkan penulis karya sastra sebagai penciptanya. Hal ini bias terlihat dari karya-karyanya yang menggunakan pengucapan pribadi, pencurahan perasaan dan pikiran, yang berasal dari dalam diri sastrawan. Berpunca dari itu semua, bahwa novel yang berjudul “Penusup Larut Malam” ini jika ditilik dari pengucapan pribadi untuk menonjolkan kepengarangannya, justeru tidak begitu nyata. Pasalnya pengarang S Prasetyo Utomo, tidak terlalu menonjolkan dirinya didalam cerpen ini. Terlebih sebagai tokoh utamanya bukanlah ia atau tokoh “aku” sebagai kata ganti sipengarang, namun beliau menggunakan kata ganti nama orang lain sebagai tokoh utamanya, yaitu “Lelaki Tua bermata juling” dan “Aryo”, sebagai tokoh sampingnya.
Mengapa demikian? Menurut saya akan lebih nyata terlihat pengarang menonjolkan dirinya dalam karyanya, bila ia menggunakan kata “Aku” sebagai tokoh utama. Bukan dengan nama kata ganti lainnya. Karena jika menggunakan kata ganti “Aku”, pengarang akan lebih leluasa berekspresi, lebih leluasa menuangkan pemikiran tentang dirinya baik berbentuk visi pribadi maupun imaji.Walaupun demikian, hal tersebut bukanlah ketentuan yang mutlak. Boleh saja lewat unsure yang lain pengarang menonjolkan dirinya dalam karyanya. Seperti latar budaya penciptaannya, dimana pengarang tinggal, budaya yang ia gelumangi akan berpengaruh terhadap karya yang ia hasilkan. Hal ini juga bias kita lihat dari bahasa yang digunakan, diksi, gaya bahasa dan gaya pencerita sebagai polemic dari budaya pengarang, penggambaran karakter pengarang yang dituangkannya melalui tokoh, dan aspek-aspek psikologis lainya.
Pengarang menonjolkan dirinya melalui latar budaya, bias kita lihat dari kutipan berikut ini. “Menolak duduk dikursi,lelaki tua bermata juling itu memilih bersila dilantai”. Ini merupakan gambarang budaya sopan santun dalam bertamu, dipedasaan. Bersila. Terlebih tamu yang dating belum dikenal sang pemilik rumah. Ada rasa enggan untuk berbuat lebih jika bertamu dirumah orang yang belum saling kenal. Juga cara tuan rumah yang menghormati tamunya merupakan latar budaya pengarang.
“Aryo tercengang. Alangkah murah harga tanah yang ditawarkan lelaki tua bermata juling kepadanya”. Menggambarkan sikap biologis manusia dalam hal ini pengarang menempatkan dirinya melalui tokoh Aryo, yang merasa heran bila menghadapi sesuatu yang tidak sewajarnya. Ada yang menawarkan tanah dengan harga dibawah stansar bukan harga pasaran. Mungkin melalui karakter seperti ini cara pengarang memperlihatkan sisi dirinya.
Ekspresif sebagai pendekatan yang menonjolkan pengaranganya bila ditilik dari curahan perasaan dalam karyanya, menurut saya hal ini tidak begitu nyata boleh dikatakan hampir tidak ada. Kita ketahui jika curahan perasaan pengarang, karya yang dihasilkan lebih bersifat Romantisme. Boleh kisah asmara pengarang, kehidupan pengarang, kesan menarik, unik, sedih, senang pengarang (lebih nyata menggunakan kata ganti “Aku”, tidak mutlak). Berbeda dengan hal ini pengarang cenderung mengisahkan masalah social sebagai topic utama cerpennya. Boleh jadi masalah social pengarang, atau lingkungan pengarang Allahualam.
Hal diatas bisa kita rasakan jika membaca keseluruhan cerita. Dimana kisah diambil mungkin dari social pengarang. Lingkungan dimana pengarang tinggal. Yakni, sesorang yang menjual tanahnya secara terpaksa dengan alasan menyelamatkan surau leluhur dan dibeli oleh seseorang denagn tujuan membantu. Kemudian saling membantu dalam kebaikan serta polemic-polemik social lainnya. Membuktikan bahwa sastra tidak lepas dari kekosongan budaya dan social pengarang. Semboyan tersebut dijadikan landasan bahwa cerpen ini secara tidak langsung menonjolkan pengarangnya meskipun dengan kuantitas yang tak banyak.
Ekspresif sebagai pendekatan yang menonjolkan pengaranganya bila ditilik Visi pribadi pengarang dalam menghasilkan karya melaui teks dihasilkannya, juga tidak begitu terlihat jelas. Namun, itulah tugas pengkritik dalam konteks khasanah sastra, pengkritik harus menggali dan menafsirkan secara dalaman dari karya yang bersangkutan. Sehingga yang tidak begitu jelas menjadi sedikit jelas, tidak begitu nyata terlihat sedikit nyata. Walaupun sedikit, namun ada peningkatan dari seblumnya.
Memang pengarang melalui karyanya baik dari cara berceritanya tidak begitu menampakan Visi yang ingin ia capai. Namun, setelah dibaca serta ditafsir secara keseluruhan dari cerpen ini hal itu baru saya dapatkan. Dimana pengarang melaui teks yang dihasilkannya ini menyampaikan kepada khalayak sebuah Visi social. Menyadarkan kepada pembaca atau khalayak untuk saling membantu dalam situasi dan kondisi apapun. Saling menhargai dalam bertutur dan bertindak. Hal ini sesuai dengan fungus sastra itu senfiri sebagai cerminan masyarakat. Mendewasakan kita dalam bertutur serta bertindak.
Luar Biasa...!
Cerpen ini begitu menggugah perasaan. Dimana cerpen ini terkesan memiliki nilai lebih daripada cerpen-cerpen yang sudah pernah baca sebelumnya. Yang membuat saya adalah isi dan maknanya. Pengarang berhasil padukan kehidupan tradisional dengan modern. Pengarang berhasil menunjukkan polemik yang sedang berlangsung dimasa kini salah kepada satunya polemik sosial. Sebuah pelajar yang sangat berharga adalah sikap tokoh Aryo yang rela berkorban demi kepentingan bersama. Aryo memberikan cerminan kepada kita begitulah semestinya hidup bermasyarakat saling bantu-membantu dalam situasi dan kondisi apapun. Pertanyaanya, apakah kata telah melakukan apa yang telah dilakukan Aryo?
e. Unsur Intrinsik dari Cerpen “Penyusup Larut Malam Karya S Prasetyo Utomo”
a.Tema:Kesabaran dan rela berkorban membuat keadaan tegang bias terkendali
b.Tokoh dan Penokohan:
1.Lelaki tua,lusuh,pincang,dan bermata juling:Sederhana,bertanggung jawab,sabar,baik.
2.Aryo:Bertanggungjawab,wibawa,dan rela berkorban serta baik,suka menolong
3.Lelaki berdasi:Sombong
4.Kiai Najib:Ceroboh dan baik
c.Latar:Disawah,surau lama,surau baru,rumah sakit,dan rumah aryo.Sore,senja,maghrib,tengah malam,dan pagi.
d.Alur:Maju
e.Sudut Pandang:Orang ketiga serba tahu
f.Amanat: -Bersabarlah selalu dalam kehidupan ini
-Hidup tidak bias sendiri,saling menolonglah
-Janganlah cepat menyimpulkan sesuatu sebelum memahaminya.
DAFTAR PUSTAKA
Rahman, Elmustian dan Abdul Jalil. 2004. Teori Sastra. Pekanbaru: Unri Perss
Wahid, Sugiro. 1996. Kapita Selekta Kritik Sastra. Diklat Ujung Pandang.
Kompas.2009. Pada Suatu Hari, ada Ibu dan Radian. Jakarta. Kompas Penerbit Buku
http://fatchulfkip.wordpress.com/2008/10/09/pendekatan-dalam-studi-sastra
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Rahman, Elmustian dan Abdul Jalil. 2004. Teori Sastra. Pekanbaru: Unri Perss
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
NAMA : HENDRA DERMAWAN
NIM : 0905121004
ANALISIS KARYA SASTRA DENGAN PENDEKATAN INTERTEKSTUAL
a.Pengertian Intertekstual
Kajian intertekstual dimaksudkan sebagai kajian terhadapsejumlah teks (kesussatraan),yang diduga dengan mempunyai bentuk-bentuk hubungan tertentu,misalnya untuk menemukan adanya hubungan unsure-unsur intrinsic seperti ide,gagasan, peristiwa,plot, penokohan, gaya bahasa, dan lain sebagainya.Secara khususnya, bahwa kajian interteks berusaha menemukan aspek-aspek tertentu yang telah ada pada karya-karya sebelumnya pada karya yang muncul lebih kemudian. Tujuan dari interteks itu sendiri adalah untuk memberikan makna secara lebih penuh terhadap karya tersebut. Penulisan dan atau pemunculan karya sastra erat kaitanya dengan unsur kesejarahnya, sehingga pemberian makna itu akan lebih lengkap jika dikaitkan dengan unsure kesejarahannya itu (Teeuw, 1938:62-5).
Studi yang memfokuskan perhatian pada hubungan antara teks yang satu dan teks yang lain itulah yang di dalam bidang kritik sastra disebut studi intertekstual.
Karya sastra, apa pun jenis atau genre-nya, yang lahir dari tangan kreatif pengarang, pada dasarnya selalu berada di tengah-tengah konteks atau tradisi kebudayaannya. Atau dengan kata lain, bagaimanapun karya sastra tidak lahir dari situasi kosong budaya (Teeuw, 1980:11). Dalam hal ini, budaya tidak hanya berarti teks-teks kesastraan yang telah ada sebelumnya, tetapi juga seluruh konvensi atau tradisi yang mengelilinginya. Karena diyakini tidak lahir dari situasi kosong budaya itulah, dipastikan bahwa karya sastra memiliki hubungan erat dengan karya-karya lainnya. Dan hubungan itu harus dipahami secara lebih luas karena hubungan itu tidak hanya dapat berupa persamaan (penegasan, pengukuhan, penerusan), tetapi juga perbedaan (penyimpangan atau penolakan terhadap sesuatu yang telah ada).
Hal ini sesuai dengan prinsip bahwa karya sastra selalu berada dalam ketegangan antara konvensi dan inovasi (Teeuw, 1980:12) karena aspek kreativitas memang merupakan ciri utama dalam proses penciptaan sastra. Dasar pemikiran itulah yang mengindikasikan bahwa dalam memahami karya sastra (yang lahir kemudian, yang disebut karya atau teks tranformatif) harus mempertimbangkan hubungannya dengan karya sastra lain (yang lahir sebelumnya, yang disebut hipogram) (Riffaterre, 1978:23). Hal itu dilakukan tidak lain hanya untuk memperoleh pemahaman (makna) yang lebih penuh atau lebih sempurna atas karya sastra. Mengapa? Karena, seperti kata Riffaterre yang sering dikutip oleh banyak ahli (Teeuw, 1983:65; Pradopo, 1995:167), karya sastra (sajak) baru bermakna penuh (lebih bermakna) setelah dihubungkan dengan karya sastra (sajak) lain karena pada hakikatnya karya sastra merupakan respon (serapan, olahan, mosaik kutipan, tranformasi) terhadap apa yang telah ada dalam karya sastra lain (Kristeva dalam Culler, 1977:139). Respon dari teks hipogram yang dapat berupa kata, frase, kalimat, bentuk, gagasan, dan sejenisnya itu di dalam teks tranformatif diolah secara kreatif sehingga kita (pembaca) sering tidak ingat lagi akan hipogramnya.Hipogram sendiri adalah karya sastra yang dijadikan dasar penulisan bagi karya yang kemudian. Hal ini tertera jelas pada teori intertekstual.
Perlu diketahui bahwa intertekstualitas bukanlah sekadar fenomena yang berkaitan dengan pengidentifikasian kehadiran teks pada teks lain, melainkan juga berkaitan dengan masalah interpretasi. Dikatakan demikian karena kehadiran teks lain dalam suatu teks akan memberi corak atau warna tertentu pada teks itu. Dan interpretasi itu setidaknya berkaitan dengan pertanyaan mengapa teks lain diserap, apa fungsinya, bagaimana sikap pengarang terhadap teks lain yang diserap, dan apakah pengarang menerima, menegaskan, menentang, ataukah menolak (Junus, 1985:89). Di sinilah kemudian muncul maksud atau ideologi tertentu berkenaan dengan teks yang ditulisnya. Jika ditinjau lebih jauh lagi, beberapa pertanyaan itu sesungguhnya berhubungan dengan proses resepsi (penerimaan) teks, yaitu bagaimana seseorang (pengarang) memperlakukan teks. Oleh sebab itu, intertekstualitas pada dasarnya identik dengan teori resepsi sastra, yaitu teori yang menitikberatkan pada respon pembaca.
Demikian selintas tentang konsep dan prinsip dasar intertekstual. Selanjutnya, sesuai dengan konsep tersebut, dengan metode intertekstual (perbandingan teks).
Demikian selintas tentang konsep dan prinsip dasar intertekstual. Selanjutnya, sesuai dengan konsep tersebut, dengan metode intertekstual (perbandingan teks).
b. Prinsip dan Teknik Pendekatan Intertekstual
Prinsip utama intertekstual adalah prinsip memahami dan memberikan makan karya yang bersangkutan. Kedua,karya itu diprediksi sebagai reaksi, penyerapan, atau transformasi dari karya-karya lain sebelumnya. Selain itu, masalah intertekstual lebih dari sekedar pengaruh, ambilan, jiplakan, melainkan bagaimana kita memperoleh makana sebuah karya sastra secara penuh kontrasnya dengan karya sastra lain yang menjadi hipogramnya. Namun intinya adalah bahwa intertekstual sebuah teori yang mengkaji lebih dari satu teks dengan metode dan teknik membandingkan antar teks yang muncul lebih awal dengan teks (karya sastra) yang muncul kemudian.
c. Kaidah Teori Intertekstual
Kajian intertekstual berangkat dari asumsi bahwa kapanpun karya sastra ditulis, ia tidak mungkin lahir disituasi kekosongan budaya. Unsur budaya, termasuk semua konvensi dan tradis dimasyarakat, dalam wujudnya yang khusus berupa teks-teks kesustraan yang ditulis sebelumnya.
d. Metode
Ada beberapa metode yang kita ketahui dalam pengembangan kesastraan. Dalam hal ini penulis menggunakan metode Deskrptif Analisis.Memberikan gambaran dalam bentuk penjelasan kepada pembaca apa itu teori pendekatan intertekstual ,dan bagaimana pengaplikasiannya dan bagaimana realisasi dalam menganalisis sebuah karya sastra dengan menggunakan pendekatan intertekstual terhadap karya sastra yang bersangkutan.
Penyusup Larut Malam
Judul :Pada suatu Hari Ada ibu dan Radian
Pengarang ;Avianti Armand
Penerbit :KOMPAS
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL TOKOH DAN PENOKOHAN TOKOH UTAMA
Seorang lelaki tua bermata juling datang menemui Aryo untuk menjual sebidang tanahnya yang didalamnya terdapat surau lama milik leluhurnya yang sudah dijaganya secara turun temurun.Oleh Aryo tanah beserta surau itupun dibelinya.Dengan satu pesan kepada Aryo,agar tanah serta surau tersebut mesti dipertahankan dan jangan pernah dijual.Suatu hari,Aryo kedatangan tamu yang tak dikenalnya.Kedatangan tamu tersebut adalah untuk membeli tanah yang tak lama ia beli dari lelaki tua bermata juling.Aryopun terkesima dengan harga yang ditawarkan lelaki tersebut.Tanah itupun dijual.Dan uangnya diperuntukkan pembangunan surau baru dilingkungan Aryo.Lelaki tua juling itupun menghampiri Aryo menanyakan perihal penjualan tanah keramat baginya tersebut.Aryopun berhasil menepisnya dengan alasan yang sebenarnya pula.Tengah malam itu,kiai Najib berhela kesurau yang baru dibangun itu.Tak sengaja ia melihat lelaki tua juling sedang berzikir dan tahajud.Ia menyalami kiai Najib.Tapi Kiai najib memberikan sedikit ungkapan kasar kepada lelaki tua bermata juling dan mengusirnya.Mendengar hal demikian hengkanglah dia dari tempat suci tersebut.Lama Kiai Najib sakit.Ia berpesan kepada Eryo untuk sampaikan salam dan maafnya kepada lelaki tua bermata juling yang pernah diusirnya dari surau dulu.Namun hajat itu tidak kesampaian.Lelaki tua bermata juling itu enggan tampakkan diri lagi.Meski ia kadang-kadang dating dilarut malam ketika orang tertidur lelap menghampiri surau itu untuk tahajjud dan berzikir kapada Illahi.
Khazanah sastra sangat luas cakupanya. Ia selalu menjadi sorotan khalayak. Baik dari segi pengarang maupun teks itu sendiri. Yang menjadi target adalah khalayak. Sejauh mana khalayak bisa menikmati teks atau karya yang digubah oleh pengarang. Maka dari itu muncullah beberapa bentuk apresiasi yang dilakukan penikmat. Baik bernbentuk telaah, tafsiran, analisis, dan penilaian yang semuanya itu notabenenya adalah sastra.
Selayaknya kita lihat tokoh utama dalam sebuah cerpen atau karya sastra lainnya selalu menjadi sorotan terdepan para penikamat atau khalayak karya sastra itu sendiri. Tokoh utama sangat berperan aktif membangun ketertarikan cerpen yang dihasilkan pengarang. Tokoh utama adalah perwakilan keseluruhan dari pengarang. Baik ide, pesan, tujuan maupun makan. Sesuai dengan fungsinya tak jarang tokoh utama menjadi punca berhasil atau tidaknya sebuah karya sastra.
Dari konsep yang disebutkan, hal inilah yang penulis jadikan pembanding antar teks satu dengan lainya. Penulis melihat hubungan tersebut berdasarkan tokoh utama serta penokohannya dari cerpen yang berbeda. Sebagai pengganti dalam sistim periodesasi, penulis memilih sebuah buku yang merupakan kumpulan Cerpen terbaik Kompas 2009. Sedikitnya terdapat 16 cerpen yang luar biasa. Menurut penulis hal ini merupakan periodesasi dalam tahunan.
Bertumpu dengan penjelasan diatas kita dapat melihat dan memahami adanya hubungan intertekstual pemeran tokoh utama atau sentral, antara Lelaki Tua Bermata Juling dalam Penyusup Larut Malam, Aku dalam Kucing Kiyoko, Budiman dalam Menanti Kematian dan beberapa tokoh utama dalam cerpen terbaik Kompas 2009 lainnya, seperti Timisela dalam Foto, Aku dalam Infini dan cerpen lainnya.
Dalam hubungan intertekstual dikenal istilah hipogram, yang artinya hadirnya karya sastra baru dalam sebuah periodesasi memiliki hubungn erat dengan karya-karya sastra sebelumnya. Jika ditilik dari hipogram, bahawa tokoh Lelaki Tua Bermata Juling dalam penyusup Larut Malam berhipogram pada tokoh utama dalam Cerpen Menanti Kematian. Dimana, tokoh utama antar kedua cerpen tersebut memiliki kesamaan karakter (ditilik dari penokohan). Kesamaan ending cerita yang di lukiskan pengarang, yaitu antara tokoh Lelaki Tua Bermata Juling dalam Penyusup Larut Malam dengan Budiman dalam Menanti Kematian, menghilang tanpa pada punca yang jelas, artinya pengarang tidak memberikan kesempatan kepada tokoh utama dalam cerpennya berakhir dengan Happy ending. Pengarang justeru membunuh tokoh utama. Meninggal dan hilang tanpa berita.
Sebagian besar Tokoh utama pada cerpen kumpulan terbaik Kompas 2009 ini adalah layaknya berperan seperti tokoh utama biasa. Salah satunya memiliki peran yang lebih serta selalu menjadi sorotan utama dalam cerpen yang bersangkutan. Namun jika dilihat dari sisi penokohan antar tokoh utama dalam cerpen yang berbeda sangatlah memiliki perbedaan yang kontras. Misalnya penokohan pada Tokoh utama cerpen penyusup larut Malam dengan tokoh utama cerpen Kucing Kiyoko, menanti Kematian, Foto, Infini dan cerpen-cerpen Terbaik Kompas 2009 lainnya.
Perbedaan itu dapat kita lihat antar dua cerpen berikut ini yang dijadikan sampel oleh penulis. Penokohan atau karakter dari tokoh utama cerpen Penyusup Larut Malam, yaitu lelaki Tua Bermata Juling memiliki sifat yang baik, sabar, dan berwibara, serta seorang yang religius berbeda dengan tokoh utama, yaitu Budiman dalam Menanti Kematian yang memiliki sifat kurang tegas, gegabah, ceroboh, dan emosional serta tidak religius.
Sifat baik dari tokoh Lelaki Tua Bermata Juling dapat dilihat dari cara ia bertutur serta bertindak. Bahasa yang digunakan santun, tindakan yang dieksposkan sopan. Penjelasan yang lebih mendasar terkait dengan watak tokoh Lelaki Bermata Juling, dapat kita lihat pada kutipan berikut ini.”Menolak duduk di kursi, lelaki tua bermata juling memilih bersila dilantai”. Yang perlu digaris bawahi dari kutipan tersebut adalah bersila dilantai. Bersila dilantai adalah sebuah budaya duduk yang sopan lagi baik. Baik dari prilaku maupun gambaran dari tokoh yang bersangkutan, terutama di Indonesia. Hal ini sudah dilakukan lelaki tua tersebut. Tak salah jika penulis mengakui bahwa tindaka-tanduk seperti itu adalah tindakan yang sopan serta bertata krama.
Selain baik, Lelaki Tua Bermata Juling, memiliki sifat yang sabar. Sabar akan tekanan zaman, tabah hadapi masalah. Masalah yang mengancam ketenangan batinnya. Hal ini dapat dilihat dari cara ia menghadapi maslah yang begitu berat baginya. Ia harus menjual sebidang tanah miliknya. Dimana didalam tanah tersebut terdapat surau leluhur yang meski dipertahankan. Meskipun demikian ia tetap tat beribadah kepada sang khalik. Hal ini dibuktikan dengan seringnya ia salat malam (tahajjud) di surau.
Berwibawa dalam menanggapi masalah, berwibawa menghadapi masalah. Hal ini tertera pada cara ia bertutur serta bertindak. Dimana masalah bukanlah sesuatu yang menggoyangkan nyalinya untuk tetap hidup serta beribadah. Dari keadaan seperti ini tokoh yang bersangkutan terkesan sosok yang berwibawa bagi saya.
Senanda dengan penjelasan diatas mengenai watak tokoh utama Budiman dalam Menanti Kematian, yakni memiliki watak yang terkesan kurang tegas, menjadikan ia mudah dipropokasi pihak lain. Dimana dengan situasi yang mencekik ia tidak bisa menghadapi dengan tenang. Akhirnya ia tidak memiliki sebuah pendirian dalam mengambil keputusan. Keputusan yang secara moral bertentangan dengan tatakrama budaya timur terkhusus Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan rencananya akan berangkat ke Dubai, Uni Emirat arab untuk bekerja dimana pada saat itu ayahnya sedang sekarat. Kecerobohan dari sikap tokoh Budiman, terlihat dari cara ia bertindak yang terkesan kehilangan percaya diri.
Meskipun masih muda, tak seharusnya Budiman mengambil langkah serong menanggapi masalah. Timbang dan menimbang urung ia lakukan sebagai kepala keluarga, pembimbing orang tua. Sehingga tak heran si istri meninggalkannya. Orang lain enggan tuk berbagi dengannya.
Kesusahan bukanlah alasan untuk tidak menikmati hidup. Untuk tidak merasakan kenyamanan berumah tangga. Begitu juga sebaliknya, kekayaan bukan pula punca segala bahagia. Menajemen hatilah obat penawar resah. Penawar masalah. Pencetus kebahagiaan hakiki. Inilah yang tidak ada pada diri Budiman. Beda halnya dengan tokoh Lelaki Tua Bermata Juling, susah bukanlah masalah. Gundah bukanlah alas an tak bertindak. Dengan segenap keyakinan ia berhasil hadapi masalh yang begitu rumit. Meluruskan benang yang sempat kusut sejanak. Yang membuatkanya tak larut dalam kesusahan. Meski berat ia tidak terkesan cengeng hadapi problema hidup. Tenang dan santai ia melerai tantangan yang merenggut tawanya.
Apapun masalah pasti ada penyelesaianya. Kecil maupun besar. Masalah bukanlah untuk ditakuti melainkan dihadapi agar ia bisa diselesaikan. Tuhanlah alasannya. Berusaha serta berdoalah sebaiknya penyelesaian masalah. Namun, hal ini urung dilakukan oleh Tokoh Budiman. Ia lebih disibukkan dengan maslahnya bukan untuk mengadukan kepada Allah. Sehingga tak heran ia hidup dalam keresahan dan kekurangan. Bertilak dengan tokoh lelaki tua bermata juling dalam cerpen Penyusup Larut malam, seseorang yang religius. Besar apaun masalahnya tiada alasan untuk tidak beribadah.
Luar Biasa...!
Dari penjelasan diatas dapat diambil sebuah catatan bahwa konsep tokoh utama dengan penokohannya pada cerpen penyusup Larut Malam tidak persisi sama dengan cerpen terbaik Kompas 2009 lainnya.
Terkhusus Cerpen Penyusup Larut Malam
Cerpen ini begitu menggugah perasaan. Dimana cerpen ini terkesan memiliki nilai lebih daripada cerpen-cerpen yang sudah pernah baca sebelumnya. Yang membuat saya adalah isi dan maknanya. Pengarang berhasil padukan kehidupan tradisional dengan modern. Pengarang berhasil menunjukkan polemik yang sedang berlangsung dimasa kini salah kepada satunya polemik sosial. Sebuah pelajar yang sangat berharga adalah sikap tokoh Aryo yang rela berkorban demi kepentingan bersama. Aryo memberikan cerminan kepada kita begitulah semestinya hidup bermasyarakat saling bantu-membantu dalam situasi dan kondisi apapun. Pertanyaanya, apakah kata telah melakukan apa yang telah dilakukan Aryo?
e. Unsur Intrinsik dari Cerpen “Penyusup Larut Malam Karya S Prasetyo Utomo”
1. Tema:Kesabaran dan rela berkorban membuat keadaan tegang bias terkendali
2. Tokoh dan Penokohan:
a. Lelaki tua,lusuh,pincang,dan bermata juling:Sederhana,bertanggung jawab,sabar,baik.
b. Aryo:Bertanggungjawab,wibawa,dan rela berkorban serta baik,suka menolong
c. Lelaki berdasi:Sombong
d. Kiai Najib:Ceroboh dan baik
c. Latar:Disawah,surau lama,surau baru,rumah sakit,dan rumah aryo.Sore,senja,maghrib,tengah malam,dan pagi.
d. Alur:Maju
e. Sudut Pandang:Orang ketiga serba tahu
f. Amanat: -Bersabarlah selalu dalam kehidupan ini
-Hidup tidak bias sendiri,saling menolonglah
-Janganlah cepat menyimpulkan sesuatu sebelum memahaminya.
DAFTAR PUSTAKA
Rahman, Elmustian dan Abdul Jalil. 2004. Teori Sastra. Pekanbaru: Unri Perss
Wahid, Sugiro. 1996. Kapita Selekta Kritik Sastra. Diklat Ujung Pandang.
Kompas.2009. Pada Suatu Hari, ada Ibu dan Radian. Jakarta. Kompas Penerbit Buku